Gedung KPK. Foto : sindonews.com

Bataminfo.co.id, Jakarta – Kasus dugaan korupsi kuota rokok dan minuman keras (miras) di Badan Pengusahaan (BP) Bintan merugikan negara Rp250 miliar.

Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, saat mengumumkan penetapan tersangka kepada Bupati Bintan Apri Sujadi dan Plt Kepala BP Bintan Mohd Saleh Umar, dalam jumpa pers dikantornya, Kamis (12/8/2021).

“Perbuatan kedua tersangka berakibat pada kerugian keuangan negara sekitar Rp250 miliar,” ucap Alexander.

“Atas perbuatannya, tersangka AS dari tahun 2017 sampai 2018 diduga menerima uang sekitar sejumlah Rp6,3 miliar dan tersangka MSU dari tahun 2017 sampai 2018 juga diduga menerima uang sekitar sejumlah Rp800 juta,” lanjut dia, dilansir dari CNNIndonesia.com.

Alex mengungkapkan konstruksi kasus yang terjadi di kawasan perdagangan bebas Bintan tersebut.

Usai pertemuan, terang Alex, Apri dengan inisiatif pribadi melakukan penggantian personel BP Bintan dan memerintahkan Nurdin Basirun selaku Ketua Dewan Kawasan Bintan menetapkan komposisi personel baru BP Bintan dengan menempatkan Azirwan sebagai Kepala BP Bintan dan Mohd. Saleh sebagai Wakil Kepala BP Bintan.

BACA JUGA:   Mantan Wabup dan Anggota DPRD Bintan Diperiksa KPK

Berikutnya pada Agustus 2016, Azirwan mengundurkan diri sehingga tugas sebagai Kepala BP Bintan dilaksanakan sementara waktu oleh Mohd. Saleh.

Atas persetujuan Apri, dilakukan penetapan kuota rokok dan Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) dan menerbitkan kuota rokok sebanyak 290.760.000  batang dan kuota MMEA dengan rincian:

1. Gol. A sebanyak 228.107,40 liter,
2. Gol. B sebanyak 35.152,10 liter, dan
3. Gol. C sebanyak 17.861,20 liter.

Alex berujar pada Mei 2017 Apri kembali memerintahkan untuk mengumpulkan serta memberikan pengarahan kepada para distributor rokok sebelum penerbitan Surat Keputusan (SK) Kuota Rokok tahun 2017. Lokasi pertemuan di salah satu hotel di Batam.

Masih di tahun 2017, BP Bintan menerbitkan kuota rokok sebanyak 305.876.000 batang (18.500 karton) dan kuota MMEA.

Diduga dari kedua kuota tersebut ada distribusi jatah bagi Apri sebanyak 15.000 karton, Mohd. Saleh sebanyak 2.000 karton dan pihak lainnya sebanyak 1.500 karton.

BACA JUGA:   Korupsi di Bintan, Direktur BUMD Lingga Jadi Tersangka

Pada Februari 2018, Apri memerintahkan Kepala Bidang Perizinan BP Bintan Alfeni Harmi untuk menambah kuota rokok BP Bintan tahun 2018 dari hitungan awal sebanyak 21.000 karton.

Sehingga, total kuota rokok dan kuota MMEA yang ditetapkan oleh BP Bintan di tahun tersebut sebanyak 452.740.800 batang (29.761 karton).

Peristiwa ini, kata Alex, juga diketahui oleh Mohd. Saleh.

“Selanjutnya kembali dilakukan distribusi jatah, di mana untuk AS [Apri Sujadi] sebanyak 16.500 karton, MSU [Mohd. Saleh] 2.000 karton dan pihak lainnya sebanyak 11.000 karton,” ucap Alex.

“Untuk penetapan kuota rokok di BP Bintan dari tahun 2016 sampai 2018 diduga dilakukan oleh MSU dan penetapan kuota MMEA di BP Bintan dari tahun 2016 sampai 2018 diduga ditentukan sendiri oleh MSU tanpa mempertimbangkan jumlah kebutuhan secara wajar,” lanjutnya.

Dalam dua tahun itu, Alex menyebut BP Bintan telah menerbitkan kuota MMEA kepada PT Tirta Anugrah Sukses (TAS) yang diduga belum mendapatkan izin edar dari BPOM dan dugaan terdapat kelebihan (mark up) atas penetapan kuota rokok di BP Bintan dimaksud.

BACA JUGA:   Semester I Tahun 2020, KPK Klaim Selamatkan Rp 10,4 Triliun

Alex menerangkan perbuatan Apri dan Mohd. Saleh melanggar ketentuan, yakni Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor: 47/PMK.04/2012 tentang Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan Yang Telah Ditetapkan sebagai KPBPB dan Pembebasan Cukai yang diperbaharui dengan Permenkeu Nomor: 120/PMK.04/2017.

“Untuk kepentingan penyidikan, pada hari ini dilakukan upaya paksa penahanan oleh Tim Penyidik masing-masing untuk selama 20 hari ke depan terhitung sejak tanggal 12 Agustus 2021 sampai dengan 31 Agustus 2021,” ujar Alex.

Kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)