Bataminfo.co.id, Batam – Sebuah Toko mainan anak di BCS Mall lantai 3, Kec Lubuk Baja, Kota Batam menjual berbagai jenis mainan impor anak tanpa label Standar Nasional Indonesia (SNI).
Dari pantauan Bataminfo.co.id di lapangan, Toko Mainan ITOYZ tersebut ramai dikunjungi pembeli. Berbagai jenis mainan dari mainan biasa hingga jenis robot dan elektrik. Namun pada mainan tidak ditemukan label SNI pada mainan tersebut.

Untuk diketahui Tahun 2013 pemerintah melalui Kementerian Perindustrian menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian No.24/M-IND/PER/4/2013 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Mainan secara wajib.
Dalam hal ini, kegiatan dan produk yang tidak memenuhi ketentuan SNI atau habis masa berlakunya SNI maka dapat dibekukan sementara, atau dicabut dilarang mengedarkan barang, memberikan jasa dan menjalankan proses atau sistem serta mencakup pula larangan edar bagi barang impor yang tidak sesuai dengan SNI.
Selain banyaknya masalah kesehatan pada mainan yang tidak berlaber SNI, Standar SNI pada mainan anak menjadi nilai plus bagi pebisnis, karena menjadi tanda bahwa produk tersebut memiliki keunggulan (value added) dan melindungi hak konsumen.
Standar produk mainan anak yang dijual di Indonesia harus memiliki sistem family.(Dikutip dari Kumparan) Jenis-jenis mainan yang wajib berlabel SNI adalah mainan robot atau elektrik.
Hal ini tentunya menjadi kekhawatiran bagi orang tua dalam memilih mainan untuk anak. Banyaknya bahaya yang ditimbulkan tentunya tidak hanya merugikan konsumen namun juga terdampak pada kesehatan si kecil.
“Iya tadi lihat-lihat mainannya cuma gak ada logo SNI, udah itu harganya juga cukup mahal untuk sekelas mainan impor anak tanpa SNI,” ujar salah seorang pembeli yang terlihat mengurungkan niat membeli mainan di toko tersebut.
Dalam hal ini, penjual mainan anak yang tidak sesuai SNI (Standar Nasional Indonesia) bisa dikenakan sanksi pidana atau denda. Sanksi ini diatur dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang SNI. Sanksi yang mungkin dikenakan adalah penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 35 miliar.
Hingga berita ini terbit, media ini masih mencoba mengkonfirmasi kepada pihak terkait.(Red)











