Bataminfo.co.id, Batam – Wadah transit kontainer di Kawasan Industri Union di Kecamatan Batuampar, Kota Batam, Kepulauan Riau belum berstatus Depo Peti Kemas Pengawasan Pabean (DP3).
Hal ini diungkapkan Kepala Bidang ( Kabid) Bimbingan Kepatuhan dan Layanan Informasi (BKLI) BC Batam Sumarna, saat dikonfirmasi BATAMINFO, melalui selulernya, Selasa (26/05/2020).
“Berdasarkan data kami, Union belum berstatus kawasan pabean atau Tempat Penimbunan Sementara,” kata Sumarna.
DP3 sendiri merupakan salah satu Fasilitas Lembaga Kepabeanan yang berfungsi sebagai Kepanjangan Kawasan Pabean (Pelabuhan) dan secara umum dikenal sebagai Dry Port.
Fungsinya adalah sebagai Gudang Lini 1 Pelabuhan (TPS pada Kawasan Pabean).
Mendapatkan status DP3 ini, terlebih dahulu harus melengkapi persyaratan administrasi dan persyaratan fisik. Sedangkan tata cara mengajukan permohonan DP3 wajib memperoleh ijin dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
“Kalau terkait izin usaha depo, silahkan tanya ke instansi terkait,” ujarnya.
Terkait Surat Izin Usaha Pengusahaan Depo Peti Kemas (SIUPDK), berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia (Permenhub RI) Nomor PM 83 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Depo Peti Kemas, pengurusan perizinan ini diatur dalam pasal 4 sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 2, wajib memiliki izin usaha dari Gubernur Provinsi tempat perusahaan berdomisili.
Seperti diketahui, Kawasan Industri Union, mendapatkan protes oleh warga pemukiman Kelurahan Tanjung Buntung, Kecamatan Bengkong, Kota Batam.
Permasalahan utamanya soal Polusi Suara. Di mana kebisingan aktifitas kawasan, rutin terdengar sepanjang hari. Mengganggu aktivitas normal seperti tidur, sosialisasi, sekaligus mengurangi kualitas hidup warga.
Lokasi kawasan berupa tanah lapang seluas bekisar 10 hektar, mulanya terbentuk dari proses cukt and fill (pemotongan lahan). Posisinya berada di dataran yang lebih rendah dari pemukiman warga.
Salah seorang warga, Rianto, 50 tahun, menyatakan keberadaan depo tersebut membuatnya merasa tak aman dan tak nyaman berada di rumahnya sendiri. Kegaduhan depo peti kemas di seberang halaman belakang rumahnya itu, terang-terangan disebutnya sangat mengganggu dan telah diprotesnya sejak lama.
“Sudah beroperasi sekitar tiga tahunan dan selama itu kami terganggu. Setiap hari suara bantingan kontainer dan raungan alat berat terdengar sampai kamar tidur. Bayangkan itu kalau mereka kerja sampai dinihari, niatnya pulang mau istirahat, malah dapat penat,” kata Riyanto, kepada BATAMINFO, saat ditemui di rumahnya, Senin, 25 Mei 2020. (nio)












