Kasus ABK WNI di Kapal Tiongkok, Bukti Perbudakan Berkembang Ikuti Zaman

Salah satu dari sejumlah tersangka Penyalur ABK WNI di Kapal Tiongkok berhasil diamankan jajaran Ditreskrimum Polda Kepulauan Riau. Foto : nio/BI

Bataminfo.co.id, Batam – Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kepulauan Riau, Kombes Pol Arie Dharmanto mengecam keras pelanggaran HAM dan perbudakan terhadap warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi anak buah kapal (ABK) penangkap ikan berbendera Republik Rakyat Tiongkok.

Menurut dia, praktik di kapal bernama lambung Yu Qiang Yuan Yu 901, bukti kalau zaman boleh berubah namun ternyata tidak mudah menghapus tradisi buruk masa lalu, salah satunya soal perbudakan. Ya. Dia ikut berkembang mengikuti waktu.

“Ini namanya modern slave atau perbudakan era modern. Inilah yang harus menjadi catatan untuk kita semua terhadap kejahatan manusia yang selalu berulang-ulang,” kata Arie Dharmanto di sela-sela konferensi pers di Mapolda Kepri, Senin (14/06/2020).

Dia mengatakan, langkah-langkah konkret telah dilakukan oleh pihaknya untuk mengungkap mata rantai mafia yang melakukan tindakan-tindakan yang mengarah pada pengekangan terhadap hak-hak dan kewajiban manusia ini.

BACA JUGA:   Respons Rizki Faisal, Kadiskominfo Batam sampaikan Pemko Batam Secara Responsif dan Taat Azas Sudah Tangani Warga Terdampak Puting Beliung

Kata dia, baik dari pemerintah ataupun kepolisian telah bekerja sama dengan lembaga-lembaga internasional secara terukur dan teratur.

“Kalau bicara soal TPPO itu pasti mereka bergerak secara sindikat dan kita tentu sudah berkoordinasi. Ada dua tindakan yang bisa kita lakukan. Pertama itu G to G (Goverment to Goverment) dan P to P (Police to Police),” kata Arie.

Polisi yang memiliki tanda kepangkatan tiga bunga sudut lima ini menjelaskan, kerja paksa di atas kapal bukan kasus baru. Maka dari itu pengakuan 2 ABK asal Indonesia yang nekad terjun ke laut dan hanyut di perairan Karimun, yang mengatakan tentang perlakuan buruk yang mereka terima di kapal ikan mengingatkan kembali bahwa praktik perbudakan di tengah laut masih terus terjadi dan harus segera diselesaikan.

“Masih ada 10 WNI lagi diatas kapal itu dan tentu kita sedang berupaya menyelamatkannya, ini atensi bagi kami,” kata dia.

BACA JUGA:   Bupati Nganjuk Terjaring OTT KPK

“Dan perlu diingat untuk TPPO ini tidak hanya sekedar Undang- undang saja, tapi kita ada namanya Gugus Tugas itu diatur dalam Kepres (Keputusan Presiden) nomor 26 dan 29, itu ada tata laksananya. Terhadap kasus ini pada hakikatnya adalah kejahatan terhadap manusia, tentu hal ini akan menjadi perhatian internasional,” terangnya.

Arie menjelaskan kasus ini disidik oleh beberapa polda secara bersama-sama. Jeratan pidana terhadap para tersangka tetap mengacu pada UU Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

“4 tersangka yang diamankan di Polres Metro Jakarta Utara itu berkaitan dengan yang sekarang, namun secara kebetulan kalau kita liat dari aspek unsur pasalnya, ini adalah korban-korban yang ada di TKP kepri, jadi kita konsisten yang kita amankan adalah 3 orang (tersangka Mapolda Kepri) itu. Tapi yang 4 orang kita amankan masih ada juga hubungan, makannya kita sertakan pasal 2, 4, dan 10 UU nomor 21 tahun 2007,” ujarnya.

BACA JUGA:   Ada 2.867 Posko PPKM di Kota Batam

Sebelumnya diberitakan, kepolisian terus mengusut kasus eksploitasi atau tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang dialami Anak Buah Kapal (ABK) Warga Negara Indonesia (WNI) di kapal pencari ikan berbendera Tiongkok.

Sejauh ini Polisi sudah berhasil menetapkan sejumlah orang sebagai tersangka. Dari hasil pemeriksaan terhadap para tersangka di Mapolda Kepri diketahui, kalau modus operandi mereka adalah dengan melakukan perekrutan dan menjanjikan para korbannya diberangkatkan ke Korea Selatan sebagai buruh pabrik dengan iming-iming gaji sebesar 25 sampai 50 juta perbulan. Namun, pada kenyataannya para korban dipekerjakan sebagai ABK di Kapal Pencari Ikan. (nio)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *