Bataminfo.co.id, Batam – Buntut perjuangan menuntut hak, Pekerja PT Indo Tirta Suaka (ITS) Pulau Bulan Kota Batam, Kepulauan Riau (KEPRI) mengungkapkan nasib pilu yang kini dijalaninya usai tak lagi dipekerjakan di perusahan tersebut.
Keluhan beberapa pekerja PT ITS ini disampaikan ke Tim Redaksi Bataminfo setelah melewati tahapan cukup panjang demi memperjuangkan haknya terhadap perusahaan tersebut.
Seperti Sapri, salah satu pekerja di PT ITS yang mengungkapkan bahwa dirinya telah puluhan tahun bekerja di perusahan yang merupakan anak cabang dari Salim Group tersebut.
Kendati lama bekerja, namun ia harus menelan rasa kecewa yang dalam karena haknya belum juga diberikan oleh pihak perusahan usai di-PHK secara sepihak.
“Saya dari Pekanbaru mulai di tahun 1996.
Masuk ke PT ITS tahun 1999. Sudah puluhan tahun. Saya kerja di PT ini (ITS) udah lama sekali. Ada 350 orang yang di-PHK. Kemudian kita aksinya di Pelabuhan Pulau Bulan, Sagulung. Kita aksi satu hari, malah nggak ada dijumpain sama Pak Toni atau pihak managemennya. Lalu untuk hari keduanya, kami ada etikat baik. Kami masuk kerja. Tapi malah diskorsing, ada 6 orang kami. Lalu keluar surat PHK untuk kami 6 orang dan kawan-kawan yang lain. Karena mengikuti aksi ini,” jelas Sapri, menceritakan mulanya dia dan rekan-rekannya di-PHK secara mendadak, Selasa (8/10/24).
Sapri dan teman-temannya pun tak berhenti di situ. Mereka pun kembali berjuang dengan melakukan aksi unjuk rasa lagi di Kantor Cabang PT ITS yang berlokasi di Tiban, Kota Batam pada 10 Juni 2024 lalu. Dirinya menyebut, unjuk rasa itu dilakukan karena tidak adanya respon baik dari pihak perusahaan terhadap tuntutannya itu dalam aksi sebelumnya.
“Unjuk rasa saat itu kami lakukan karena tidak ada etikat baik dari pihak managemen, dikarenakan managemen yang bisa mengambil keputusan sudah berulang kali tidak menghadiri triparti yang di adakan di Disnaker. Seakan-akan acuh terhadap nasib karyawan yang ter-PHK. Sudah hampir 3 bulan kasus ini berjalan namun belum ada hasil di karenakan pihak managemen yang acuh akan kasus ini. Para istri aja udah resah, makanya ikut ujuk rasa saat itu,” ujarnya.
Setelah tak lagi dipekerjakan sebagai karyawan PT tersebut, dirinya kini menjalani pekerjaan harian yang diupah hanya 150 ribu rupiah. Meski begitu, kerjaan ini pun tak efektif ia peroleh. Ditambah lagi, di usianya yang menjelang 50 tahun dengan beban biaya sekolah anak serta kebutuhan sehari-hari, secara logika sangat jauh dari kata cukup.
“Setelah PHK, saya kerja harian dengan gaji 150 ribu rupiah. Tapi seminggu kerja, bisa seminggu nggak kerja. Anak saya ada 3. Pertama, sudah tamat SMK. Yang kedua, kelas 2 SMP, lalu yang ketiga SD kelas 3. Penghasilan sekarang ini yang jelas tidak mencukupi mbak. Apalagi di umur saya sekarang sudah 49 tahun,” tutur Sapri.
Nasib serupa pun dialami oleh rekannya yang lain yakni, Suheri. Sosok pria berusia 53 tahun, yang juga merupakan mantan Karyawan PT ITS. Kendati demikian, Suher yang telah bekerja puluhan tahun di PT tersebut juga mengakui kesejahteraan yang sebelumnya diberikan oleh perusahaan kepadanya. Hanya saja, pihaknya tak terima dengan janji pesangon dari perusahan yang diketahui hanya 0,5 persen.
“Untuk kesejahteraan dari awal sebetulnya bagus-bagus aja. Bahkan tahun-tahun sebelumnya itu pernah dapat bonus. Menurut saya, perusahan itu bagus. Ada rejeki kenaikan tahunan. Tapi kan untuk saat ini karyawan yang akhirnya di-PHK kan tak semestinya dikasi 0,5. Kita kerja udah puluhan tahun kok kayak nggak dihargai gitu loh. Kita sudah kerja puluhan tahun di PT Itu,” ucapnya.
Selain Sapri dan Suheri, nasib pilu juga juga ternyata dialami oleh Yoseb, yang turut di-PHK tanpa pesangon. Dirinya menilai, ada oknum yang diduga dalang dari ia dan rekan-rekannya di-PHK. Padahal kata dia, sebelumnya meski sempat tidak ada expor selama setahun, namun tidak ada kebijakan PHK terhadap Karyawan.
“Ada tiga kali kasus di sana, kami masih bisa bertahan lah untuk membantu perusahaan. Termasuk kasus yang ke tiga ini. Pernah juga setahun tidak ada expor, mereka baik-baik saja. Tapi di saat ini, dengan dipegangnya (managemen) yang tidak menyukai kami ini gampang sekali ngambil keputusan,” tutur Yoseb.
Kepada Tim Redaksi Bataminfo, Yoseb mengungkapkan bahwa dirinya juga termasuk salah satu Karyawan terlama yang bekerja di PT ITS. Meski begitu, kini Yoseb terpaksa beralih pekerjaan menjadi tukang ojek demi menafkahi keluarganya.
Yoseb diketahui memiliki tiga orang anak yang kini berada di bangku kuliah dan sekolah dasar (SD). Dengan usianya yang kini menginjak 48 tahun, ditambah lagi dengan penghasilan hanya 100 ribu rupiah, itu pun tak tentu ia peroleh setiap harinya. Meski tidak mencukupi, namun ia terus berjuang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Disamping itu, Yoseb dan teman-temannya pun terus memperjuangkan hak mereka kepada PT ITS yang merupakan anak cabang dari Salim Group itu.
“Saya berangkat tahun 96 bulan 8. Saya mampir di Padang 1 bulan. Lalu nyampe di Batam nganggur dan baru bekerja di bulan 10 di PT ITS sampai kasus kemren. Udah lama saya kerja di sini (PT ITS). Waktu itu saya berangkat dari garut Jawa Barat. Sekarang saya cari nafkah dari ojek online. Anak saya ada 3. Baru masuk kuliah 1, kelas 3 SD sama kelas 2 SD. Penghasilan saya cuma 100 ribu rupiah per hari. Sangat… sangat tidak mencukupi. Sedangkan usia saya sekarang sudah masuk 48 tahun,” terangnya.
Mereka berharap, perjuangannya yang sudah cukup lama dan melelahkan ini segera membuahkan hasil, sebagaimana yang diharapkan.