Bataminfo.co.id, Jakarta – Mengaku sebagai anggota Polri dann anggota Badan Intelijen Negara (BIN). Seorang pria bernama Rerlexander ditangkap polisi.
Wakapolres Metro Jaksel AKBP Antonius Agus Rahmanto mengungkapkan tersangka melakukan hal itu untuk mendapatkan penghasilan dengan cara memberikan pengawalan.
“Ketika ada orang butuhkan pengawalan untuk ambil uang mungkin berapa miliar, butuh pengawalan personel kepolisian, dia sanggup tawarkan bantuan untuk pengawalan,” kata Agus kepada wartawan, Jumat (21/5).
Agus menuturkan tersangka ditangkap Selasa (11/5) lalu sekitar pukul 16.00 WIB di sebuah kafe yang berlokasi di daerah Patra Jasa, Kuningan, Jakarta Selatan.
Saat itu, tersangka ditangkap lantaran gerak-geriknya mencurigakan. Selain itu, orang-orang di sekitar pun mulai mencurigai bahwa yang bersangkutan bukanlah aparat.
“Karena gerak-gerik juga mencurigakan akhirnya kita amankan dan kita lakukan penggeledahan,” ucap Agus, dikutip dari CNNIndonesia.com.
Dari penggeledahan, polisi menemukan sejumlah barang bukti. Antara lain, satu pucuk airsoft gun serta sejumlah atribut Polri dan BIN.
Sementara itu Kasat Reskrim Polres Metro Jaksel AKBP Jimmy Christian Samma menuturkan, berdasarkan pengakuan tersangka, atribut itu sengaja dibeli untuk meyakinkan orang-orang.
“Ini ada ID Bareskrim, ID intelijen, ini sebagai bagian meyakinkan orang-orang bahwa yang bersangkutan bisa urus banyak hal,” ucap Jimmy.
Masih dari pengakuan tersangka, yang bersangkutan mematok tarif tertentu untuk memberikan pengawalan. Uang dari hasil pengawalan itu, lanjut Jimmy, salah satunya digunakan untuk membeli senjata jenis airsoft gun.
“Uang itu sejumlah Rp5 juta dibelikan senjata dari hasil kejahatan tersangka,” rinci Jimmy.
Di sisi lain, tersangka mengaku berprofesi sebagai seorang programmer di sebuah perusahaan swasta. Tapi ia kemudian terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Tak hanya itu, tersangka juga mengaku pernah mendaftar untuk masuk sebagai anggota Polri pada 2013 namun gagal.
“Gagal jadi polisi karena gara-gara luka robek,” kata tersangka.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 378 KUHP dan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. (*)