Oleh: Alexsander Manurung(Mahasiswa Institut Indobaru Nasional)
Bataminfo.co.id, Opini – Mahar politik menjelang Pilkada 2024 di Kota Batam adalah isu yang patut mendapatkan perhatian serius. Fenomena ini, yang merujuk pada praktik pemberian sejumlah uang atau imbalan lainnya oleh calon kepala daerah kepada partai politik atau pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan dukungan, memiliki implikasi negatif yang mendalam terhadap proses demokrasi. Berikut adalah beberapa poin yang menjelaskan mengapa mahar politik harus dihindari:
1.Merusak Integritas Proses Demokrasi:
Mahar politik mencederai prinsip dasar demokrasi yang seharusnya menjunjung tinggi transparansi, kejujuran, dan keadilan. Ketika uang menjadi faktor penentu dalam pencalonan, hal ini mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi dan hasil pemilu.
2.Membuka Peluang Korupsi:
Calon kepala daerah yang memberikan mahar politik cenderung merasa berhutang budi kepada pihak-pihak yang mendukungnya. Hal ini dapat mendorong praktik korupsi di kemudian hari, di mana pemimpin terpilih lebih mementingkan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu daripada kepentingan publik.
3.Mengurangi Kualitas Pemimpin yang Terpilih: Mahar politik sering kali menghalangi calon-calon yang berintegritas tinggi dan memiliki kompetensi namun tidak memiliki sumber daya finansial yang besar. Akibatnya, pemimpin yang terpilih bukanlah yang terbaik dalam hal kapasitas dan visi, tetapi yang memiliki kemampuan finansial untuk “membeli” dukungan.
4.Mengabaikan Aspirasi Masyarakat:
Ketika partai politik atau pihak tertentu lebih fokus pada keuntungan finansial dari pada aspirasi dan kebutuhan masyarakat, kebijakan yang dihasilkan cenderung tidak sesuai dengan harapan dan kepentingan publik. Hal ini dapat mengakibatkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
5.Menurunkan Partisipasi Politik yang Sehat:
Praktik mahar politik dapat membuat masyarakat merasa apatis dan enggan berpartisipasi dalam proses politik. Mereka mungkin merasa suara mereka tidak dihargai dan bahwa hasil pemilu telah ditentukan oleh kekuatan uang, bukan pilihan bebas rakyat.
6.Menurunkan Kepercayaan Publik:
Praktik ini menurunkan kepercayaan publik terhadap partai politik dan proses pemilihan itu sendiri. Masyarakat akan cenderung apatis dan skeptis terhadap calon yang terpilih karena dianggap tidak mewakili aspirasi mereka.
7. Penguatan Oligarki:Mahar politik memperkuat oligarki dalam politik. Para pemilik modal besar semakin menguasai jalur-jalur kekuasaan, sementara rakyat biasa semakin terpinggirkan dari proses politik.
Referensi dan Contoh Kasus
Kasus Pilkada Jawa Timur 2018: Salah satu kasus yang menonjol adalah laporan tentang mahar politik pada Pilkada Jawa Timur 2018, di mana ada dugaan bahwa calon gubernur mengeluarkan sejumlah uang untuk mendapatkan dukungan partai tertentu. Kasus ini sempat menjadi perhatian KPK namun sulit dibuktikan karena kurangnya bukti konkret.
Studi dari LIPI: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam beberapa studinya telah menyebutkan bahwa mahar politik merupakan salah satu bentuk dari biaya politik tinggi yang menjadi hambatan bagi terciptanya demokrasi yang sehat di Indonesia.
Regulasi dan Upaya Pencegahan: Regulasi sebenarnya sudah ada, seperti larangan bagi partai politik untuk meminta uang sebagai syarat pencalonan, namun implementasinya seringkali lemah. Upaya pencegahan harus diperkuat melalui pengawasan yang lebih ketat dan sanksi yang lebih tegas bagi partai yang terbukti melakukan praktik ini.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan komitmen kuat dari semua pihak, termasuk partai politik, calon kepala daerah, dan lembaga pengawas pemilu, untuk menolak dan mengutuk praktik mahar politik. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya memilih berdasarkan visi, misi, dan integritas kandidat juga sangat penting. Selain itu, penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku mahar politik harus diterapkan untuk memberikan efek jera dan menjaga integritas proses pemilu.
Secara keseluruhan, menjelang Pilkada 2024 di Kota Batam, penting untuk memastikan bahwa demokrasi berjalan sesuai dengan prinsip-prinsipnya yang luhur. Pemimpin yang terpilih harus benar-benar representatif dari kehendak rakyat, bukan hasil dari praktik-praktik tidak etis seperti mahar politik. (Red)