Bataminfo.co.id, Batam – Ketua Komite Peduli Lingkungan Hidup Indonesia (KPLHI) Batam, Azhari Hamid meminta pelaku dumping (buang) limbah berbahaya dan beracun di Rempang Cate, Galang, Kota Batam, diproses secara hukum.
Menurutnya, temuan praktik penimbunan ini merupakan kejahatan lingkungan dan telah melanggar UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Kami ingin membawa masalah lingkungan ini secara benar dan kami akan segera buat pengaduan ke Kepolisian Daerah (Polda) Kepulauan Riau,” kata Azhari Hamid, saat ditemui, Senin (4/5/2020).
Ia mengatakan, sumber limbah diduga berasal dari PT Musim Mas, perusahaan pengolahan minyak sawit di Kabil. Hal itu diketahui berdasarkan label dan stiker kemasan yang diperoleh di lokasi.
Sementara transporter limbah diduga diperankan oleh PT Desa Air Cargo. Hal ini berdasarkan komunikasi ke salah satu perusahaan pengolahan minyak sawit yaitu PT Musim Mas melalui chat WhatsApp dengan salah satu karyawan yang menangani limbah perusahaan.
“Material yang didumping (buang) berupa, plam oil, cooper phospat, hardener, grease, dan contamined rags. Semua masuk dalam pengelompokan limbah B3 sebagaimana tercantum dalam lampiran PP Nomor 101 tahun 2014,” kata dia.
Ia memaparkan, bila benar terbukti maka PT Desa Air Cargo harus bertanggung jawab atas limbah yang mereka kelola bisa bocor dan didumping di luar lokasi mereka secara ilegal.
“Tidak tertutup kemungkinan juga menjadi pengelola air limbah dsri perusahaan sejenis dengan PT MM,” kata dia.
Seperti diketahui, sebuah lokasi penimbunan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Rempang Cate, Kota Batam, di amankan petugas dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kota Batam, Minggu (3/5/2020).
Dari lokasi tersebut petugas menemukan puluhan ton limbah B3 berbagai jenis yang belum dan sudah di timbun di dasar tanah. Petugas pun langsung memasang garis pengaman terhadap drum yang masih berisi limbah B3 tersebut.
Diduga limbah B3 itu milik oknum pengusaha nakal yang mencari keuntungan pribadi dengan menjadi lokasi itu untuk menimbun limbah secara ilegal di tengah pandemi Covid-19. (nio)