Bataminfo.co.id, Batam – Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kota Batam menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait hak-hak Almarhum Hendra Rizki Pratama (HRP) selaku Kru Kapal Marindo Jaya Shipping (MJS) Sucess Nagoya, Batam, Provinsi Kepulauan Riau pada Selasa, (07/03/2023).
Sebagaimana diketahui, Almarhum HRP ini sebelumnya bekerja sebagai Karyawan/Kru Kapal MJS Sucess. Pihak keluarga hingga saat ini masih mempertanyakan penyebab meninggalnya Almarhum HRP yang. Hal itu diungkapkan langsung oleh Ramli selaku Kuasa Hukum sekaligus Paman dari Almarhum HRP kepada sejumlah Awak media usai mengikuti RDP di DPRD kota Batam. Pihaknya menduga Almarhum telah dibohongi oleh pihak perusahan.
“Jadi RDP hari ini adalah tentang ponakan kami. Dia meninggal di atas Kapal MJS Sucess. Jadi sebenarnya Almarhum ini sudah tertipu karena di perjanjian kerjanya itu adalah sebagai pelaut. Ternyata disana di bukan kerja sebagai Pelaut, tetapi hanya disuruh jaga Kapal. Sementara Anak ini lulusan Akademi Pelayaran Jakarta. Tidak pernah dilakukan medikal cek seperti ketentuan PP nomor 7 tahun 2000. Setelah itu dia sign of nya di Vietnam jadi dia tanda tanganin surat perjanjian kerjanya di Batam lalu diberangkatkan ke Singapura kemudian terbang ke Vietnam. Disana dia sign on,” tutur Ramli.
Pihaknya menilai, Perusahan telah lalai untuk menangani Kru Kapal yang saat itu tengah sakit hingga akhirnya meninggal dunia. Ramli bahkan menegaskan bahwa, terkait dugaannya bahwa adanya kelalaian tersebut dapat dibuktikan dengan bukti komunikasi terakhir Almarhum dengan pihak yang diduga dari perusahan.
“Di Vietnam pada bulan Oktober dia mengalami sakit. Kemudian anak ini minta untuk sign of ke Perusahan berulang kali dengan segala macam cara supaya dia bisa pulang berobat di Indonesia. Tapi Perusahan alasan kemudian sampailah tiba ajalnya dan meninggal di Vietnam. Dugaan kami, ada pelanggaran pasal 359 KUHP karena kelalaian perusahan ini maka menyebabkan Anak kami meninggal dunia. Kenapa kami bilang kelaian, karena dia bermohon untuk pulang ke Indonesia tidak diijinkan. Dan itu bisa kami buktikan dari print out WhatsApp antara Almarhum dengan Agen dan orang Singapura yang menyatakan Pemilik Kapal itu,” ujarnya.
Masih kata Ramli, “Tidak ada klarifikasi dari pihak perusahan bahwa dia sakit apa. Kita hanya mendapatkan dokumen itu bersamaan dengan mayat. Setelah kejadian, kami cek ternyata Alamarhum tidak terdaftar di BPJS ketenagakerjaan. Jelas ini melanggar UU 24 tahun 2011 bahwa setiap pemberi kerja itu wajib mendaftarkan karyawannya di BPJS Ketenagakerjaan. Nah ini kan tidak. Itu pelanggarannya. Sebenarnya ada pidana di pasal 55 itu ancaman pidananya 8 tahun penjara dan denda 1 miliar, tapi saya nggak tau apakah dari BPJS melakukan sanksi itu atau tidak,” sambungnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum PT MJS Sucess Nagoya Batam, Linda Sari Novianti saat diwawancarai oleh Awak media di Lobi DPRD Batam pada saat yang sama, dirinya mengatakan bahwa belum adanya kesepakatan yang jelas antara kedua bela pihak terkait hak-hak Almarhum yang patut diperoleh.
“Angkanya belum ada kesepakatan. Masing-masing punya pola pikir dan acuan yang berbeda-beda. Saya berharap ini pertemuan yang terakhir. Dari pihak keluarga juga bisa menerima perhitungan yang terbaik untuk kedua bela pihak. Kita juga tidak mau merugikan pihak keluarga yang notabene mengalami kehilangan anaknya. Kita juga turut berdukacita dan berbela sungkawa yang sedalam-dalamnya. Tapi dari perusahan juga ada perhitungannya seperti apa. Tentunya acuan dari Undang-undang Ketenagakerjaan, KSOP, kita juga tidak boleh mengesampingkan. Mungkin keluarga juga harus bekerjasama dengan baik jadi angka yang sepantasnya yang terbaik, yang tidak merugikan kedua bela pihak yang bisa diterima oleh perusahan,” ucap Linda.
Linda menyebut, dari pihak keluarga korban belum menyampaikan secara rinci hingga mencapai pada angka 500 juta yang sempat disebut oleh pihak keluarga. Linda bahkan menyebutkan bahwa pihak perusahaan sebenarnya telah mendaftarkan asuransi Kru PT tersebut ke Sebuah perusahaan asuransi asing di Singapura.
“Kalau mereka minta 500 juta, kita juga perlu hitungan berdasarkan apa. Tentunya harus dirincikan apa saja kerugian yang dialami keluarga sehingga ada nilai yang segitu besar yang akan dibayarkan perusahan. Dari pihak keluarga belum menyampaikan apapun. Kita sudah bertemu berkali-kali tapi pihak keluarga belum ada penyampaian secara jelas. Karena mungkin masih bingung apakah meninggal karena sakit atau karena kecelakaan kerja,” terangnya.
Sambung Linda, “Kemarin sebenarnya bukan Perusahan tidak mau memasukkan ke BPJS, kemarin itu ada Kru mau pulang, sedangkan disana itu tidak boleh ada kekosongan. Dan kita juga sebenarnya ada mengasuransikan korban ini untuk kelautan. Kita ada kontrak dengan perusahan luar negeri untuk mengasuransikan Kru-kru Kapal yang bekerja di luar negeri. Cuma ketika kita konfirmasi ke perusahan asuransi itu, sampai sekarang belum ada jawaban yang jelas,” ungkap dia.
Pada kesempatan tersebut, Linda juga mengungkapkan bahwa Almarhum meninggal dunia akibat sakit yang dideritanya. Kendati demikian, kata dia, pihak perusahan tak lalai untuk bertanggungjawab atas peristiwa duka yang dialami oleh Almarhum HRP.
“Korban meninggal di Vietnam dalam kondisi sakit. Dibawah ke Rumah Sakit pada tanggal 27 November 2022, lalu tanggal 6 Desember Almarhum meninggal dunia. Menurut keterangan dari pihak Rumah Sakit di Vietnam katanya meninggal karena sakit. Tapi untuk memperjelasnya mungkin kita harus tanyakan kepada ahli. Perusahan sebenarnya sanggupnya itu yang realita saja, yang memang perusahan tidak keberatan, terus hitungannya jelas. Dari awal perusahan ada niat baik. Perusahan tidak pernah lalai akan tanggung jawab itu. (Non/BI)