Bataminfo.co.id, Batam – Ruko dan Kios di Pasar Melayu Raya yang berlokasi di Kelurahan Bukit Tempayan, Kecamatan Batu Aji, kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dibongkar secara paksa pada Selasa, (5/4/2022) kemarin.
Diketahui, pembongkaran tersebut telah dilakukan sejak 15 Maret 2022 oleh pihak yang mengatasnamakan Himpunan Pengusaha Kecil Pribumi (HPKP) dengan ketuanya bernama Hadis Lani. Namun, eksekusi mandiri yang dilakukan oleh Pihak Hadis ditolak oleh para Pemilik Ruko dan Kios.
Alasan para pemilik ruko dan kios menolak adanya pembongkaran tersebut karena menurutnya, pihak Hadis Lani tak pernah menunjukan legalitas tertulis atas lahan tersebut, melainkan hanya mengungkapkan bahwa dia telah dinyatakan menang berdasarkan putusan Pengadilan PK TUN sejak 2017 lalu.
“Kita membeli Bangunan ini pada Tahun 2001 secara legal kepada developer namanya PT Tiara Mantang, Bapak Ahmad Nipon. Pada Tahun 2017, keluar putusan dari pengadilan, yang udah inkrah dari Peninjauan Kembali (PK) TUN dari pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung, yang memenangkan hak atas lahan ini namanya Bapak Hadis Lani. Kita disini masih punya hak. Kita membeli secara legal. Walaupun dia menang di pengadilan, tapi tak pernah menunjukan legalitas dia atas eksekusi terhadap bangunan ini,” terang Eliyati, salah satu Pemilik Kios yang akrab disapa Lia kepada Bataminfo.co.id.
Lia menyebutkan, Hadis Lani tak memilik hak atas bangunan tersebut dikarenakan dirinya tak membayar kewajiban UWTO kepada BP Batam, sehingga dicabut ijin atas bangunan tersebut. Lia mengungkapkan, pihaknya bahkan belum mendapatkan ganti rugi dari pihak developer jika telah menjualnya kepada Hadis Lani.
“Setelah itu, keluar ijin prinsip, tagihan, UWTO sebanyak 3,3 miliar. Tapi UWTO ini tak dibayar, sehingga ijin prinsipnya dibatalkan lagi oleh pihak BP Batam. Kami memiliki dokumen dari BP Batam. Kita minta ganti rugi bangunan ini karena pembatalan lahan ini. Tetapi, belum ada ganti rugi dari pihak developer. Berkali-kali dia memberikan peringatan terakhir, tapi tak menunjukan legalitas dia untuk mengosongkan ini. Sementara, sebanyak 500 lebih kios, cukup banyak yang sudah dibongkar oleh pihak Hadis Lani,” jelasnya.
Sementara itu, Hadis Lani sendiri saat dikonfirmasi oleh Bataminfo.co.id melalui WhatsApps, menuturkan bahwa dia tak punya kewajiban yang dimaksudkan melainkan pihak yang kalahlah yang harus menjalankan putusan PK.
“Itu eksekusi mandiri. Saya tidak berkewajiban apa-apa dari putusan mahkamah agung itu, melainkan tergugatlah yang berkewajiban menjalankan putusan PK tersebut. Saya pemenang dan mereka yang kalahlah yang harus menjalan kan keputusan tersebut. Yang kalah itu BP Batam dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Batam yang menjadi tergugat intervensi PT Tiara Mantang,” ungkapnya.
Hadis Lani jugaa menyebutkan bahwa Bangunan di Pasar Melayu Raya tersebut merupakan miliknya. Ia menjelaskan terkait kewajiban membayar UWTO, dirinya tak berkewajiban membayarnya jika tak ada tagihan. Ia bahkan menegaskan, memiliki status hukum yang absah.
“Masalah Pasar Melayu itu punya saya semenjak Tahun 1999. Suratnya ada. Masalah surat baru kan tidak perlu lagi, karena dalam putusan hukum kembali ke surat awal. Masalah UWTO, saya tidak berkewajiban membayarnya kecuali ada tagihan dari Pemerintah yang sesuai dengan putusan peninjauan kembali dari mahmakan agung. Yang jelas, status hukum jelas,” ucapnya. (non)