Bataminfo.co.id, Batam – Meski sudah melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) beberapa waktu lalu di DPRD Kota Batam. Permasalahan lahan di Teluk Bakau semakin memanas. Kali ini dari video yang diterima Bataminfo.co.id, terlihat seorang pria berawakan mata sipit, rambut cepak dan berbadan tegap ancam ‘sikat’ anggota DPRD Batam jika ikut campur dalam persoalan penggusuran warga.
Pernyataan bernada ancaman pria itu, terekam dalam sebuah video berdurasi 0.56 detik milik warga yang diterima, Jum’at (6/12/2024) siang.
Dalam video ini, terdapat sekelompok orang tengah bersitegang dengan masyarakat setempat. Pria yang diduga kuat berasal dari perusahaan pemegang PL itu nampak memaksa untuk melanjutkan proses pematangan lahan.
“Untuk apa kita berdebat bang, kita hanya menjalankan hasil keputusan Rapat Dengar Pendapat (RDP) kemarin di DPRD Batam, bahwa tidak boleh ada aktivitas berjalan di PL2. Hanya amanah itu yang kita jalankan,” ujar warga yang merekam video tersebut.
Mendengar ucapan warga tersebut, pria dengan ciri-ciri bermata sipit, rambut cepak dan berbadan tegap itu terlihat tersulut emosi. Tidak mampu menahan emosinya, pria mengeluarkan kata-kata bernada ancaman.
“Dewan mana yang berani ngomong begitu, kita ‘sikat’ dia nanti. Abang jangan rekam-rekam begitu dong, saya pribadi punya hak. Jangan video-video saya dong,” ungkap pria yang bermata sipit sambil menunjuk warga yang merekam video.
Seperti diketahui, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar oleh Komisi I DPRD Batam pada Selasa (20/11/2024) lalu, memutuskan bahwa PT Citra Tritunas Prakarsa tidak diperbolehkan melakukan aktivitas apapun terkait penggusuran warga Teluk Bakau, Kelurahan Batu Besar, Kecamatan Nongsa, hingga persoalan ganti rugi diselesaikan secara tuntas.
Diketahui, warga Teluk Bakau, yang terdiri dari 144 kepala keluarga, meminta ganti rugi sebesar Rp70 juta per rumah. Ganti rudi atas dampak penggusuran terkait pengalokasian lahan seluas 50 hektar oleh BP Batam kepada PT Citra Tritunas Prakarsa.
Tak hanya itu, warga juga mengeluhkan pendekatan perusahaan yang dinilai tidak humanis. Perusahaan dinilai menggunakan jasa pihak ketiga yang dianggap sebagai intimidasi.