Bataminfo.co.id, Batam – Dua tersangka yakni, Kepala Sekolah (Kepsek) dan Bendahara Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 01 Batam akhirnya ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) dana bantuan operasional sekolah (BOS) tahun anggaran 2017 – 2019.
Diketahui, angka yang diduga telah diraup oleh kedua tersangka mencapai Rp. 468 juta. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam, Aji Satrio Prakoso, Senin (17/10/2022).
“Hari ini Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam, telah menetapkan Kepala Sekolah dan Bendahara SMKN 01 sebagai tersangka kasus penyelewengan dana Bos tahun anggaran 2017-2019,” jelas Aji.
Dalam kasus ini, kata Aji, tim Pidsus Kejari Batam telah melaksanakan penyidikan secara profesional, berintegritas dan secara maksimal. Penetapan tersangka ini dikatakan dia, setelah hasil audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari BPKP Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) sebagaimana surat Kepala Kejaksaan Negeri Nomor : B-1593/L.10.11/06/2022 tanggal 13 Juni 2022 yang telah di rampungkan oleh pihak BPKP Kepri.
“Dari hasil audit BPKP, diketahui bahwa nilai kerugian negara yang timbul dari perkara ini mencapai Rp Rp.468.974.117,” ucapnya.
Dia menjelaskan, selain kedua tersangka, pihaknya juga telah melakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi lainnya yakni; Ketua Komite serta pihak penyedia buku, pihak penyedia ATK dan penyedia lainnya.
Dari hasil pemeriksaan tersebut, kata Aji, penyidik juga sudah mendapatkan beberapa alat bukti yang cukup terkait dugaan tindak pidana korupsi di sekolah tersebut. Ia menjelaskan, modus penyelewengan dana bantuan operasional sekolah (BOS) tahun anggaran 2017- 2019 di SMKN 01 Batam hampir sama atau mirip dengan kasus korupsi di SMAN 01 Batam yang saat ini sudah diputus dan telah berkekuatan hukum tetap di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi Tanjungpinang.
“Modusnya hampir sama atau mirip, yakni memanipulasi anggaran belanja (mark up anggaran) dana Bos untuk kebutuhan sekolah, yang belakangan diketahui adalah fiktif,” ujarnya.
Aji mengungkapkan, tersangka dijerat dengan pasal 2 dan pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman penjara paling lama 20 tahun.