Site icon BatamInfo.co.id

Tiga Kali Mediasi dan Gagal, Kuasa Hukum Theresia Manek Menilai Hakim Mediator Tak Bijak

Ket Foto: Theresia Manek Didampingi Tim Kuasa Hukumnya saat gelar Konferensi Pers | Rabu, (16/22) | dok.Non/BI

Bataminfo.co.id, Batam – Tim Kuasa Hukum Theresia Manek dan Stefanus Harry Ifandi, Nasrul dan Ricardo H Simbolon menilai, Pihak Pengadilan Negeri Batam tidak adil dan bijak dalam mengambil keputusan.

Bermula dari tanggal 16 Mei 2007 lalu, Theresia yang merupakan penggugat I membeli 2 unit bangunan ruko dengan nomor: 2413 dan nomor: 2415 yang beralamat di Komplek Pertokoan Batu Batam Mas Blok F No. 05 – 06, Baloi Indah, kota Batam Kepulauan Riau (Kepri) dari pihak PT Prisata Madyaputra selaku developer melalui Notaris/PPAY Soehendro Gautama.

Selanjutnya, pada 5 Oktober 2009, Theresia dan pihak PT Prisata Madyaputra melakukan transaksi dengan akta jual beli Nomor: 0929/2009 Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 2413/Baloi Indah dengan sebidang tanah seluas 81m2 dengan surat ukur 30 Oktober 2008 dan NIB untuk kedua unit ruko tersebut adalah 05.07.10.04.03609 dan 05.07.10.04.03609 dihadapan Notaris, Soehendro Gautama terhadap 2 unit ruko (tanah dan bangunan). Kendati demikian, keduanya mengungkapkan melalui pengacaranya bahwa ruko tersebut masih sah milik mereka.

Dalam proses jual beli tersebut, pihak Penggugat I meminjam dana dari pihak PT Bank Danamon Indonesia Tbk untuk keperluan pembelian 2 unit ruko itu dengan membuat perjanjian kredit Nomor 15-06-2009 bermaterai cukup dan dilegalisasi oleh Notaris.

“2 unit ruko yang dibeli oleh klien kami bermaterai cukup dan sudah dilegalisasi oleh Notaris,” ucap salah satu Kuasa Hukum Ricardo Simbolon kepada sejumlah awak media pada Selasa, (16/8/2022) lalu.

Penggugat I, Penggugat II Ajukan Take Over dan proses pelelangan

Theresia dan Stefanus selaku Penggugat I dan II memerlukan dana untuk modal usaha, sehingga mereka mengajukan proses take over kredit kepada pihak PT BNI Cabang Batam berdasarkan surat perjanjian kredit Nomor: PEK/BTM/2011/064/BNI Griya. Tergugat I secara sepihak meminta Turut Tergugat I yaitu; Notaris/PPAT Herry Ridwanto sebagai kreditur.

Sebagaimana diketahui, dalam surat perjanjian kredit itu, disebut cicilan per bulan yang harus dibayar sebesar Rp. 17.567.140. Meski begitu, dalam tahap menyicil sempat terjadi kemacetan pembayaran (gagal bayar) yang dilakukan oleh penggugat I selaku debitur. Tanpa sepengetahuan Theresia dan Stefanus, pohak PT BNI Cabang Batam selaku kreditur diduga telah menjual objek jaminan hak tanggungan tersebut secara lelang kepada pihak ketiga.

Theresia dan Stefanus bahkan mengaku tak mengetahui adanya lelang 2 unit bangunan miliknya itu, bahkan siapa pemenangnya. Keduanya berkebaratan dan menolak dengan tegas proses pelelangan terhadap objek hak tanggungannya yang dilakukan oleh pihak Kantor Pelayanana Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Batam. Menurutnya, harga jual dan lelang tersebut telah banyak merugikan keduanya (Penggugat I dan II), padahal mereka tak mengetahui siapa bahkan proses pelelangan tersebut.

Pembayaran Kredit dan Permohonan Pelunasan Pembayaran Pokok Pinjaman

Penggugat I selaku debitur diketahui telah melakukan pembayaran cicilan kredit sehingga telah mengurangi hutang pokok pinjaman tersebut. Selain itu, debitur juga telah berupaya menyelesaikan pokok pinjaman dengan mengirimkan surat kepada pihak PT BNI Batam pada 27 Mei 2021 terkait permohonan pelunasan pembayaran pokok pinjaman dengan meminta keringanan antara lain; meminta untuk menghapus bunga tunggakan, bunga berjalan, denda keterlambatan, biaya administrasi dengan total pelunasan sebesar Rp. 970.390.473.30.

Menyikapi permohonan dari debitur, pihak BNI Batam malah memberikan syarat kepada debitur melalui surat yanh dikirimkam pihaknya per 31 Mei 2021 Nomor: W.02/51677 perihal penyelesaian kredit yang harus dilunasi oleh debitur senilai Rp. 1.133.000.000. Jika lewat dari batas waktu tersebut, maka pihak BNI akan menyatakan pembatalan dan proses lelang tetap akan dijalankan tanpa adanya keringanan. Sehingga, tindakan ini dinilai arogan dan patut diduga sebagai perbuatan melanggar hukum.

Tahapan Mediasi

Berdasarkan hal tersebut, Tim Kuasa Hukum Penggugat I dan II, Nasrul dan Ricardo mengajukan permohonan mediasi ke Pengadilan Negeri Kelas IA Batam.

Ricardo Simbolon mengungkapkan, mediasi tersebut telah dilakukan sebanyak tiga kali bahkan termasuk meminta mediasi dalam hal permohonan penundaan eksekusi hak tanggungan yang dipimpin oleh salah satu hakim mediator yakni, Edy Sameaputty. Namun, kata Ricardo, hingga mediasi ketiga dinyatakan gagal tanpa adanya keputusan yang berimbang.

Kata dia, gagalnya mediasi dikarenakan ketidakhadiran pihak terkait, yang semestinya wajib hadir dalam mediasi tersebut. Ricardo juga menilai, interval waktu antara mediasi pertama, kedua dan ketiga sangat dekat (hanya berlangsung dalam kurun waktu satu bulan). Padahal kata dia, berdasarkan peraturan yang berlaku, setelah satu
bulan mediasi I,
barulah dilanjutkan ke mediasi berikutnya.

“Mediasi pertama itu terjadi pada tanggal 2 Agustus 2022. Mediasi kedua tanggal 9 Agustus 2022. Itu yang hadir, pembantah I, Pembantah II dan prinsipal. Lalu mediasi ketiga ini tanggal 16 Agustus 2022, dan pihak yang seharus wajib hadir, yakni; Saudara. Teguh Kaljono sebagai pejabat sementara Pemimpin Central konsumen Pekan Baru, Perseroan terbatas PT BNI Persero Tbk, kita minta dia wajib hadir dalam mediasi ketiga ini karena dalam Perma nomor 01 Tahun 2016 pengganti perma 2008 itu dengan tegas mewajibkan kepada prinsipal atau pemberi kuasa hadir dalam mediasi,” ujarnya.

Lagi kata dia, bahkan dalam mediasi ketiga yang digelar pada Rabu, 16 Agustus 2022 lalu, pihaknya tak mendapatkan keputusan yang absah. Ricardo dan rekannya justru menilai, pihak Pengadilan Negeri Batam tak adil dan bijak dalam memediasi, sehingga madiasi tersebut dinyatakan gagal. Bahkan, pihaknya sempat mempertanyakan alasan gagalnya mediasi ketiga. Namun, Edy Selaku hakim mediator menyebutkan, mediasi gagal karena ketidakhadiran Teguh Kaljono. Kendati begitu, kata dia kepada kuasa hukum Theresia dan Stefanus, pihaknya tak berwenang untuk memanggil Teguh dalam mediasi yang dimaksud.

“Dalam mediasi ketiga pun poin-poin yang kita mintakan terkesan tidak dikabulkan oleh mediator yaitu, Pak Edy Sameaputty. Dan sidang ketiga ini juga dinyatakan gagal. Alasannya, karena Teguh Kuljono tidak hadir. Padahal menurut kami, pihak PN bisa memanggilnya. Namun, katanya bukan kapasitas mereka untuk memanggil Teguh Kuljono. Menurut saya, harusnya mereka bisa memanggil Teguh dengan cara bercurat ke Kantor Cabang untuk minta dilanjutkan kepada Teguh untuk hadir dalam mediasi ketiga ini. Tapi yang terjadi tak seperti itu, sehingga kami menilai pihak PN Batam ini tidak adil dan bijak dalam mengambil keputusan,” tuturnya.

Lanjut dia, “Jarak antara mediasi pertama sampai denga ketiga saja begitu dekat. Harusnya kan setelah 30 hari mediasi pertama, baru bisa lanjut lagi mediasi berikut. Padahal 30 hari aja belum habis tapi udah diputuskan. Harusnya hakim mengambil kebijakan yang imbang. Saya rasa, tidak adil dan bijaksana. Kedepannya, bagi hakim yang lain, bisa laksanakan proses sesuai aturan yang ada dan harus seimbang,” pungkasnya.

Pihaknya berharap, Pengadilan Negeri Kelas 1A Batam dapat mengartikan serta menerapkan aturan mediasi yang sesungguhnya untuk mencari solusi dalam suatu masalah dan mengambil keputusan dengan adil dan bijaksana. (Non)

Exit mobile version