Bataminfo.co.id, Batam – Komisi IV DPRD Kota Batam menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) mengenai hasil sidak wakil rakyat tersebut ke PT Pegatron Technology di Ruang Rapat DPRD Batam, Rabu (06/10/2021).
Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi IV, Ides Madri didampingi Sekretaris Tumbur Sihaloho beserta anggota lainnya. Selain itu RDP juga dihadiri perwakilan PT Pegatron Technology dan Dinas ketenagakerjaan Kota Batam.
Pada kesempatan tersebut, Anggota Komisi IV, Mochamad Mustofa menyampaikan, RDP yang dilakukan merupakan tindak lanjut dari penyampaian Gubernur Kepri terkait demo yang terjadi di Pegatron yang termuat di beberapa media di Batam.
Menurutnya hal itu perlu ditindaklanjuti, menimbang bahwa kejadian tersebut berlangsung di kawasan Batamindo yang merupakan salah satu kawasan objek vital Industri Batam.
Mustofa menambahkan, pihak perusahaan mengaku bahwa Peraturan Perusahaan (PP) PT Pegatron telah expired. Untuk itu, dirinya meminta pihak Pegatron untuk segera melakukan pembaharuan PP.
Selain itu, dirinya juga mengaku mendapatkan masukan bahwa PT Pegatron membuat kualifikasi dalam penerimaan karyawan baru dengan memprioritaskan calon pekerja yang mampu berbahasa Mandarin, seperti halnya level jabatan diatas operator.
Untuk itu, dirinya meminta agar peraturan tersebut dicabut, karena dikhawatirkan akan menimbulkan ketidaksetaraan peluang antara Tenaga Kerja Asing (TKA) dengan tenaga kerja lokal.
“Kami sarankan itu tolong dicabut itu karena nanti kalau dibuat berarti orang kita yang tidak bisa berbahasa Mandarin kelasnya hanya sesuai operator, kesetaraan itu wajib,” ucap Mustofa saat diwawancarai usai RDP.
Dirinya menambahkan, sesuai dengan konvensi Internasional Labour Organization (ILO) dikatakan bahwa tidak ada Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur bahwa orang tempatan lebih diutamakan.
Selain itu, dirinya juga menilai bahwa persyaratan perusahaan dengan mengutamakan orang-orang yang bisa berbahasa Mandarin itu terkesan rasis dan menghalangi hak masyarakat untuk bergabung.
“Ketika syaratnya harus Mandarin ini jadi rasis. Makanya saya harap persyaratan itu harus di hapus supaya hak masyarakat bisa terpenuhi semua,” harapnya.
Adapun tuntutan lain kata Mustofa, yakni terkait jumlah TKA yang terdaftar di data sistem itu sebanyak 126 orang. Namun, setelah dilakukan verifikasi hanya ada 89 orang.
“Di samping itu, terkait PP yang sudah mati sejak Agustus 2021 lalu, Disnaker seharusnya memberikan teguran dan pihak Pegatron juga harusnya melaporkan 3 bulan sebelum expired kepada Disnaker,” tegasnya.
Untuk itu, Mustofa menyampaikan bahwa pihaknya akan segera melaksanakan RDP kembali untuk mengetahui tupoksi dari TKA apakah benar sesuai dengan aturan yang ada.
“Kita tidak mau TKA tembak misalnya kalo dia dari Singapura dia cuma punya paspor, training satu bulan lalu balik lagi maka dia kan gak bayar IMTA, tapi kalau dia harus ditempatkan disini maka dia harus melaporkan untuk mendaftarkan TKA menjadi pekerja yang akan bekerja di kita,” terangnya.
“Kami berharap dengan investasi Pegatron ini tidak hanya investasi tapi pekerja yang bekerja disana juga ikut sejahtera,” harapnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi IV DPRD kota Batam, Ides Madri mengatakan, pihaknya belum dapat mengambil tindakan dikarenakan perwakilan PT Pegatron baru menjabat sebagai HR di perusahaan tersebut sekitar dua bulan yang lalu.
“Untuk saat ini kita masih kebingungan karena pihak Pegatron juga menghadirkan perwakilan yang masih baru menjabat sebagai HR di perusahaan tersebut,” ucap Ides.
Untuk itu kata Ides, pihaknya akan segera melaksanakan kembali rapat lanjutan dengan mengundang petinggi PT Pegatron serta Imigrasi kota Batam untuk mencari solusi terkait permasalahan. (Bora)