Site icon BatamInfo.co.id

Terdakwa Kasus Tindak Pidana PMI di Batam Dituntut 7 Tahun Penjara, Keluarga Sebut ada Kejanggalan

Bataminfo.co.id, Batam – Pihak keluarga Terdakwa kasus tindak pidana Penyalur Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Kota Batam tak terima dengan tuntutan dari Pengadilan Negeri Batam terhadap Yudista Maunu Anunut.

Pasalnya, dalam sidang tuntutan yang berlangsung pada Selasa, 25 Juni 2024 lalu itu, terdakwa Yudista Maunu Anunut dituntut tujuh (7) tahun penjara dan denda Rp.4.687.500.000 dengan Subsidair 2 bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Diketahui, Terdakwa dikenakan pasal 83 UU No.18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran (PMI) sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Hal itu diungkapkan melalui Penasehat Hukum (PH) terdakwa, Musrin Paten dalam wawancaranya dengan awak media pada Selasa, 02 Juli 2024. Kata dia pihaknya keberatan dengan tuntutan yang dikenai pada kliennya itu. Menurutnya, tuntutan terhadap terdakwa tidak sesuai dengan fakta persidangan.

“Ada kejanggalan yang kami temukan dalam perkara ini. Pertama dari dakwaan. Pada pasal alternatif kedua ada yang dimasukan dalam dakwaan alternatif ke dua subjek hukum yang bukan objek dari perkara ini. Ada di halaman 3. Kemudian tuntutan, saksi ahli yang dihadirkan oleh JPU bernama Amar Wahyudi, pada persidangan menyatakan bahwa benar berdasarkan pasal 69 UU RI nomor 18 tahun 2017 tentang PMI dan terhadap perbuatan yang dilakukan oleh kedua tersangka adalah telah diduga menyalahi izin dan tidak sesuai prosedur sehingga saya sepakat bahwa pasal yang telah dikenakan kepada tersangka sudah sesuai yaitu pasal 68 JO pasal 86 UU RI nomor 18 tahun 2017 tentang perlindungan PMI sebagaimana diubah dalam UU nomor 6 tahun 2023 tentang cipta kerja juncto pasal 55 ayat 1 ke – 1 KUHPidana,” jelas Musrin.

Masih kata dia, “Tentang PMI yang dilakukan oleh tersangka dalam pokok perkara 178 ini hanya 1 orang. Tidak ada 2 orang. Saksi ahli yang dihadirkan oleh JPU, pasal 68 ini sudah tepat. Kemudian JPU menuntut klien kami di pasal 83 UU nomor 18 tahun 2017. Memang ini ada di ada di alternatif pertama, betul. Tapi saksi ahli dia kan sudah menyatakan pasal 68 jo 86. Trus kenapa dia menuntut pasal 83? Ini kan menjadi kontra diksi dengan saksi ahli yang dihadirkan dia. Kalau dia tidak mendengar dari fakta-fakta persidangan, untuk apa dihadirkan saksi ahli? Yang jelas kami tidak sepakat, tidak setuju. Hukum harus tegak lurus, harus adil,” sambungnya.

Untuk diketahui, persoalan ini bermula dari Tim IV Perlindungan Perempuan Satreskrim Polresta Barelang yang memperoleh informasi bahwa terdapat tindak pidana menetapkan pekerja migran Indonesia yang tidak memenuhi persyaratan (non-prosedural) di Kantor Cabang Falia Sinatrya Sejati yang berlokasi di Kawasan Agung Land Podomoro Batam Center, Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau (KEPRI).

Selanjutnya, Satreskrim Polresta Barelang melakukan penyelidikan di Ruko Komplek Orchard Park Unit Orchard Park Walk Blok E No. 9 yang diketahui merupakan perusahan penyalur tenaga kerja Indonesia yang dipekerjakan ke luar Negeri (Singapura).

Kemudian Satreskrim Polresta Barelang bersama dua orang saksi yakni M dan P bergerak untuk mengamankan 19 orang yang diduga calon PMI yang ditampung di Perusahan tersebut. Selanjutnya, Polisi meminta keterangan dari terdakwa selaku penanggungjawab perusahan bersama beberapa saksi.

Dari keterangannya diketahui, pihak PT itu berencana akan memberangkatkan CPMI tersebut ke luar negeri tanpa terdaftar dan memiliki nomor kepesertaan jaminan sosial dan tanpa memiliki dokumen lengkap yang dimiliki.

Sementara dalam wawancara terpisah, Marlin selaku Adik kandung terdakwa mengatakan hal senada. Kata dia, pihaknya sebagai keluarga terdakwa tak terima dengan tuntutan tersebut. Pihaknya merasa tuntutan tersebut tak adil bagi terdakwa karena menurutnya PT tersebut didirikan secara legal.

“Saya sebagai adik kandung dari terdakwa, kami tidak menerima tuntutan itu karena kelengkapan berkas kakak saya itu kurang satu aja tapi dituntut 7 tahun penjara. Sedangkan kemarin itu ada tuntutan dari pengadilan untuk kasus PMI juga tapi dia ilegal, tapi dia dituntut cuma empat tahun delapan bulan penjara. Disitu kami dari pihak keluarga merasa ada ketidakadilan. Sementara PT itu legal. Ada surat izin pendirinnya, berkas untuk keberangkatan CPMI juga lengkap. Kami mohon ketelitiannya dan kami mohon bisa ada keadilan untuk setiap warga negara Indonesia,” ucapnya.

Exit mobile version