Site icon BatamInfo.co.id

Buruh Yang Tergabung Dalam KRB Lakukan Unras, Sejumlah Pasal Dalam KUHP Dikritik

Ket Foto: Ketua KC FSPMI Batam, Yapet Ramon | dok.Non/BI

Bataminfo.co.id, Batam – Sejumlah aliansi Buruh yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Batam (KRB) hari ini menggelar aksi unjuk rasa (Unras) di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kota Batam. Jumat, (09/12/2022).

Diketahui, Massa aksi berjumlah 200 orang yang dikerakan untuk menyampaikan aspirasi. Adapun sejumlah tuntutan yang disampaikan oleh kaum Buruh dalam aksi kali ini antara lain;

1. Tolak RKUHP
2. Tolak Omnibuslaw
3. Tolak upah murah
4. Tolak kenaikan harga sembako
5. Tolak rencana kenaikan tarif dasar listrik
6. Jaminan sosial untuk seluruh rakyat
7. Sahkan RUU pekerja rumah tangga (PRT)
8. Tolak Outsourcing
9. Land Reform

Ketua Konsultan Cabang (KC) Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) kota Batam, Yapet Ramon menyebutkan, pihaknya menyayangkan terkait RKUHP yang telah disahkan oleh DPR RI. Sebab, beberapa pasal dalam RKUHP tersebut dinilai memgancam kehidupan berdemokrasi di Indoesia.

“RKUHP telah disetujui bersama oleh DPR RI dan Pemerintah untuk disahkan menjadi UU KUHP dalam sidang paripurna DPR RI pada Selasa, 6 Desember 2022 di Jakarta. Serikat Buruh yang bergabung dalam KOALISI RAKYAT BATAM menyayangkan keputusan itu diambil dengan minimnya partisipasi dan masukan masyarakat, termasuk kaum buruh di Indonesia. Sejumlah pasal dalam UU KUHP tersebut sungguh mengancam kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum kini menghadapi upaya pembungkaman,” ungkap Ramon kepada Bataminfo.co.id. 

Masih kata Ramon, “Serikat Buruh dalam memperjuangkan hak-hak yang normatif akibat gagalnya perundingan, seperti yang tercantum dalam UU 13/2003 yaitu “mogok kerja” tidak bermakna lagi. Hal ini akan lumpuh karena berhadapan dengan ancaman kriminalisasi. 

Pihaknya juga meminta agar Pasal 240 dalam RKUHP harus dihapus karena dinilai tak sejalan dengan cita-cita demokrasi yang sesunggunnya. Pasalnya, kata dia, Penghinaan terhadap Pemerintah atau Lembaga Negara dalam pasal ini, penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara dilebur menjadi satu pasal dan menjadi delik aduan secara terbatas, yaitu untuk penghinaan yang tidak mengakibatkan kerusuhan.

“Pasal tersebut tidak sejalan dengan cita-cita demokrasi. Sebab, perbuatan “penghinaan” tidak perlu dipidana karena akan selalu sulit dibedakan dengan kritik. Pasal tersebut mesti dihapus karena Pemerintah dan lembaga negara adalah objek kritik yang tidak dapat dilindungi dengan pasal pembatasan. Apalagi, kata dia, ini untuk institusi yang tak memiliki reputasi secara personal. “Pasal penghinaan hanya untuk melindungi orang, bukan institusi,” ujarnya.

Selanjutnya, terkait aksi unjuk rasa (Unras) yang juga tercantum dalam pasal 256 yakni, tentang larangan unjuk rasa tanpa pemberitahuan, turut disinggung oleh pihak Buruh dalam aksi ini. 

“Pasal 256 tentang larangan unjuk rasa tanpa pemberitahuan yang mengakibatkan terganggunya pelayanan publik dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 10 juta. Bahwa pemberitahuan ke Aparat bukanlah izin. Pengaturan ini sudah dimuat dalam UU 9/1998, bahwa unjuk rasa digelar hanya dengan pemberitahuan Pasal ini dari Pasal 510 KUHP yang ancaman pidananya hanya pidana penjara 2 minggu, sedangkan dalam Pasal 256 RKUHP menjadi 6 bulan pidana penjara,” pungkasnya. (Non/BI)

Exit mobile version